Poster Selamat Hari Bela Negara 19 Desember 2014 |
Pada
saat itu Belanda menguasai ibukota RI yang masih berada di Yogyakarta.
Mereka berulangkali menyiarkan berita bahwa RI sudah bubar. Karena para
pemimpinya, seperti Soekarno, Hatta, dan Syahrir sudah menyerah dan
ditahan.
Mendengar
berita bahwa tentara Belanda telah menduduki Yogyakarta dan menangkap
sebagian besar pemimpin Pemerintah Republik Indonesia, tanggal 19
Desember sore hari, Mr. Syafruddin Perwiranegara bersama Kol. Hidayat,
Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera, mengunjungi Mr. Teuku Mohammad
Hasan, Gubernur Sumatera/ Ketua Komisaris Pemerintah Pusat
dikediamanya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka
meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban, daerah perkebunan teh, 15 Km di selatan kota Payakumbuh.
Sejumlah
tokoh pimpinan RI yang berada di Sumatera Barat dapat berkumpul di
Halaban, dan pada tanggal 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat yang
dihadiri antara lain oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Mr. T. M.
Hassan, Mr. Sutan Muhammad Rosjid, Kol. Hidayat, Mr. Lukman Hakim, Ir.
Indracahya, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Mr. A. Karim, Rusli
Rahim, dan Mr. Latif. Walaupun secara resmi kawat Presiden Soekarno
belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang
telah disiapkan, maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Dalam
keputusan tersebut, Mr. Sjafruddin Prawiranegara terpilih menjadi ketua
PDRI, dan pada keesokan harinya, pada tanggal 23 Desember beliau
berpidato yang intinya memberi motifasi kepada para tentara RI dan
seluruh rakyat Sumatera Barat agar selalu semangat dan terus berjuang
mempertahankan NKRI, walaupun para pemimpin bangsa telah ditangkap
Belanda. Salah satu kata motifasi beliau dalam pidatonya yaitu
“Bertempurlah, gempurlah Belanda di mana saja dan dengan apa saja mereka
dapat dibasmi. Jangan letakkan senjata, menghentikan tembak-menembak
kalau belum ada perintah dari pemerintah yang kami pimpin. Camkanlah hal
ini untuk menghindarkan tipuan-tipuan musuh”.
Sejak
itu PDRI menjadi musuh nomor satu bagi Belanda. Tokoh-tokoh PDRI harus
bergerak terus sambil menyamar untuk menghindari kejaran dan serangan
Belanda. Hutan belukar, sepanjang sungai, tanah yang terjal menjadi
saksi besarnya perjuangan para pahlawan bangsa, bahkan kurangnya bahan
makanan tak menghentikan perjuangan mereka mempertahankan keutuhan NKRI.
Sekitar
satu bulan setelah agresi militer Belanda, Mr. Sjrafuddin Prawiranegara
menjalin komunikasi dengan keempat Menteri yang berada di Jawa, guna
untuk menghilangkan dualisme kepemimpinan di Sumatera dan Jawa.
Akhirnya, pada tanggal 31 Maret 1945 PDRI dapat disempurnakan.
Menjelang
pertengahan tahun 1949, posisi Belanda semakin terjepit. Dunia
internasional mengecam agresi militer Belanda. Akhirnya, dengan terpaksa
Belanda harus menghadapi RI di meja perundingan. Belanda memilih
berunding dengan utusan Soekarno-Hatta yang ketika itu statusnya
tawanan. Perundingan itu menghasilkan Perjanjian Roem-Royen yang membuat
para tokoh PDRI tidak senang. Jendral Sudirman mengirimkan kawat kepada
Mr. Sjafruddin Prawiranegara mempertanyakan kelayakan para tahanan maju
ke meja perundingan. Namun, Sjafruddin Prawiranegara berfikiran untuk mendukung dilaksanakannya perjanjian Roem-Royen.
Setelah
perjanjian Roem-Royen, M. Nasir meyakinkan Mr. Sjafruddin Prawiranegara
untuk datang ke Jakarta, menyelesaikan dualisme pemerintahan RI, yaitu
PDRI yang dipimpinya, dan kabinet Hatta, yang secara resmi tidak
dibubarkan. Dan setelah perjanjian Roem-Royen ditandatangani, pada 13
Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Soekarno, Wakil
Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Pada sidang inilah
secara formal Mr. Sjafruddin Prawiranegara menyerahkan kembali
mandatnya, sehingga dengan demikian, M. Hatta, selain sebagai wakil
Presiden, kembali menjadi Perdana Menteri. Setelah serah terima secara
resmi pengambilan mandat dari PDRI, tanggal 14 Juli, pemerintah RI
menyetujui hasil persetujuan Roem-Royen, sedangkan KNIP baru mengesahkan
persetujuan tersebut tanggal 25 Juli 1949.
Perjuangan
Mr. Sjafruddin Prawiranegara ini tidak boleh kita lupakan begitu saja,
sebab perjuangan mempertahankan keutuhan suatu negara merupakan
pekerjaan yang sangat mulia. Jika waktu itu, tidak ada yang bertindak
seperti apa yang dilakukan beliau, pasti tidak akan ada negara Indonesia
yang sekarang ini. Mengingat pentingnya peristiwa tersebut, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor
28 Tahun 2006. Negara megakui PDRI sebagai bagian sejarah, dan memiliki
arti penting bagi keutuhan NKRI. Masa itu, pemerintah tidak berjalan dan
pemimpin Indonesia Soekarno-Hatta ditangkap Belanda, tapi PDRI yang
dipimpin Mr.Sjafruddin Prawiranegara membuktikan NKRI masih ada.
Begitulah
perjuangan para pahlawan bangsa kita terdahulu. Mereka begitu ikhlas
dalam berjuang, memiliki semangat yang tinggi, dan selalu mengutamakan
persatuan demi kemakmuran bangsa Indonesia. Untuk itu, kita sebagai
generasi penerus sudah seharusnya kita melanjutkan perjuangannya demi
mewujudkan bangsa yang aman dan sejahtera.
Kita
harus memaknai Hari Bela Negara kali ini, dengan selalu berada di
barisan terdepan dalam bersikap dan berbuat demi membela dan
mempertahankan kepentingan bangsa dan negara, karena negara merupakan
hal yang sangat penting bagi kehidupan kita. Pada dasarnya setiap orang
itu membutuhkan organisasi yang disebut negara. Coba bayangkan, apa yang
akan terjadi jika tidak ada negara? Pasti kehidupan ini tidak akan
teratur, kacau, dan rusak yang tidak bisa dibayangkan kerusakannya.
Dalam
hal ini, Thomas Hobes pernah melukiskan kehidupan manusia sebelum
adanya negara yaitu “manusia merupakan serigala bagi manusia lainya”
(Homo Homini Lupus) dan “perang manusia lawan manusia” (Bellum Omnium
Contra Omnes). Dengan demikian, jika tidak ada negara pasti tidak akan
ada ketertiban, keamanan, dan keadilan. Supaya hidup tertib, aman, dan
damai maka diperlukan negara. Sedangkan, negara akan tegak berdiri jika
dipertahankan oleh setiap warganya. Oleh karena itu, membela negara
sangat penting dilakukan oleh setiap warga negaranya.
Sumber: www.sejarah.kompasiana.com